Kamis, 12 November 2015

Sad Melody

Sore itu sama seperti sore yang biasa. Langit mulai memerah menandakan senja telah tiba. Suara burung bersaut-sautan seolah memperingatkan untuk cepat pulang. Sementara aku, masih sama seperti sore-sore sebelumnya menatap ke luar jendela, kosong. Tak ada yang ku lihat, hanya menghabiskan waktu saja. Aku baru mulai beranjak ketika hari telah petang dan mentari telah sempurna terbenam di ufuk barat. Di tengah sore yang sunyi itu, sayup-sayup aku mendengar sebuah suara. Aku memincingkan mata dan memasang telingaku rapat-rapat. Suara sayup-sayup itu terdengar semakin jelas. Bunyi dari sebuah piano yang dimainkan seseorang dengan cukup sempurna.
Mendengar suara piano itu, tiba-tiba saja jantungku berdetak kencang, pandanganku mulai kabur, tanganku gemetar tak karuan. Aku beranjak menghampiri sumber suara piano. Ruang dimana terdapat piano hanya ada satu di sekolah ini dan ruangan itu terletak bersebrangan dengan kelasku. Aku berjalan perlahan. Semakin dekat aku dengan suara piano itu jantungku semakin berdetak tidak karuan, pandanganku juga semakin berkabut. Aku segera membuka pintu begitu aku sampai di depan ruang musik.
Seorang gadis seolah mengernyit bingung ketika ia melihat aku masuk, menerobos pintu. Seketika nada-nada piano yang tadinya ia mainkan terdiam. Kesunyian langsung merebak ke seluruh ruang. Gadis itu menyunggingkan sebuah senyum tipis.
               " Maaf, sepertinya aku mengganggu." ucap gadis itu llirih. Bola matanya yang hitam dan jernih memandangku membuat dadaku kembali ngilu. Aku menggeleng tersenyum tipis membalas senyumannya.
                  " Nggak apa-apa, hanya heran aja mendengar seseorang bermain piano di sore hari." balas gadis itu. Aku mengangguk-anggukan kepala sok paham dengan penjelasan gadis itu. Aku kembali menyapukan pandanganku ke arah gadis itu. Melihat dari perawakannya kemungkinan gadis itu masih SMP. Rambutnya yang cukup panjang ia ikat asal-asalan. Matanya bulat dengan bola mata hitam yang tajam. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya terutama ketika piano dibunyikan.
                 " Siapa namamu?" tanyaku.
                " Mei, namaku Meilan" jawab Mei pelan. Aku mengangguk-angguk sok paham. Meilan kembali meletakan tangannya di atas piano. Jemari tangannya kemudian bergerak dengan lincah memainkan nada-nada dan melodi dari piano. Aku mengeluh dalam hati. Permainannya memang bagus dan memukau, tapi terlalu banyak kesalahan yang dibuat. Anehnya jantungku kembali berdetak tidak karuan, keringat dingin terus mengucur dari tubuhku tiap kali aku mendengar suara piano dimainkan. Aku melangkahkan kakiku lebih dekat kepada Mei yang asik memainkan pianonya kembali. Gadis itu terlihat sangat menikmati dan sangat fokus kepada pianonya.
Berbagai macam kenangan yang tidak ingin kuingat tiba-tiba kembali datang ke kepalaku. Seorang gadis yang tersenyum. Latihan piano bersamanya. Si Jenius yang mengguncang dunia. Air matanya di saat-saat terakhir. Permainan piano terakhirnya yang begitu menyayat. Kepalaku terasa sangat sakit.
              " Deni, selamat tinggal!" ucapan salam perpisahan darinya terasa begitu nyata.
              " Denia.." lirih aku menyebutkan nama gadis yang tiba-tiba muncul di otakku. Tiba-tiba dunia gelap.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar