Senin, 25 April 2016

Night Show




Setiap hari Kamis aku tidak pernah melewatkan sebuah acara TV. Acara itu bernama Night Show. Seperti namanya acara itu ditayangkan saat tengah malam. Tidak ada iklan di acara itu, jadi aku bisa menikmati acara itu sepuasku. Night Show merupakan acara yang sangat menarik sekaligus sedikit menakutkan. Night Show berisi sebuah game di mana peserta harus bersembunyi di rumahnya. Pembawa acara akan datang memperingatkan sehari sebelumnya bahwa calon peserta akan menjadi peserta. Kemudian ketika tengah malam tiba, pembawa acara akan datang ke rumah peserta dan mencari peserta. Secara umum permainan ini sangat mirip dengan petak umpet. Hanya saja peraturan dalam permainan ini sedikit berbeda dengan petak umpet biasanya.

Sabtu, 21 November 2015

Rembulan Sepenggal (3)



Bulan membulatkan mata. Ia tidak percaya Rembu mengajaknya pergi dari rumah. Padahal kemarin malam ia menolaknya saat Bulan meminta Rembu membawanya pergi. Rembu pun sangat tidak percaya ia mengajak Bulan pergi tanpa restu orang tuanya. Rupanya rasa cintanya pada Bulan sudah mengalahkan akal sehatnya. Rembu tidak mau kehilangan Bulan, karena itu ia harus mengambil keputusan.
            “ Rembu kamu serius?” tanya Bulan. Rembu mengangguk cepat. Ia kemudian membuka lebar lengannya meminta Bulan turun dari kamarnya. Tanpa pikir panjang Bulan keluar dari kamarnya melalui jendela.
            “ Kamu beneran mau bawa aku pergi?” Bulan bertanya. Memastikan. Rembu mengangguk. Ia tidak mau Bulan hilang dari pandangan matanya. Ia ingin terus bersama Bulan. Rembu menggandeng tangan Bulan membawanya pergi dari rumah. Bulan tidak menolak. Ia bahkan tersenyum bahagia. Bisa bersama Rembu adalah hal terindah baginya. Bulan tidak peduli apapun lagi.
            Namun sepertinya nasib tidak berpihak baik pada Bulan maupun Rembu. Saat berusaha keluar dari rumah, ayah Bulan memergoki mereka. Ayah Bulan sangat murka melihat putri semata wayangnya dibawa oleh lelaki yang tak dikenal. Ayah Bulan mengajak Surya yang saat itu masih di rumah untuk mengejar Bulan dan Rembu. Bulan dan Rembu yang tahu kalau ayah Bulan dan Surya mengejar mereka, berlari lebih kencang.

Jumat, 20 November 2015

Sepenggal Rembulan (2)



Rembu mendongak memandang Bulan. Bola mata nanarnya saling beradu dengan tatapan sendu Bulan. Hanya ada kejujuran dicampur kesedihan terpancar dari mata Bulan. Sekarang Rembu paham betul kenapa Bulan memintanya bercerita tentang legenda kotanya. Kisah itu sungguh begitu mirip dengan kisah cinta mereka. Kisah cinta tragis antara Lun dan Nar dan kisahnya dengan Bulan .
            “ Apa yang harus kulakukan Bulan?” tanya Rembu sedikit frustasi. Tentu saja ia tidak ingin kisahnya berakhir tragis seperti legenda kotanya. Tapi sungguh Rembu tidak tahu lagi harus berbuat apa. Selama ini hubungannya dengan Bulan tidak diketahui oleh siapapun bahkan orang tua Bulan juga tidak pernah mengetahuinya. Hubungan mereka tersimpan dengan rapat, segelap malam tanpa bintang dan bulan.

Kamis, 19 November 2015

Rembulan Sepenggal



            Malam ini sama seperti malam sebelumnya. Langit hitam menyelimuti bumi. Cahaya bulan separuh menjadi satu-satunya penerang di Kota kecil yang terletak jauh di pinggiran ibu kota ini. Di sebuah komplek rumah yang berbatasan dengan kawasan kumuh seorang gadis tampak sedang bercakap-cakap dengan seorang pemuda sepantarannya. Wajah cantik gadis itu terkadang bersemu merah saat pemuda di hadapannya berkata-kata. Gadis itu bernama Bulan, salah seorang anak konglomerat di kota kecil itu sekaligus gadis tercantik di saentero kota. Sedangkan pemuda di hadapannya bernama Rembu, seorang pemuda dari kalangan biasa saja. Sudah lama Rembu dan Bulan memadu kasih tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Setiap malam tiba, Rembu akan datang menemui Bulan di bawah beranda kamar Bulan. Tak banyak yang mereka lakukan, hanya bercakap-cakap sampai mata dan mulut lelah atau sampai fajar menyingsing.
            Dari sekian banyak hal yang sering dibicarakan, Bulan sangat menyukai legenda kota mereka tentang bulan sepenggal. Rembu pemuda yang cerdas dan sangat piawai bercerita. Dengan cerita-ceritanya ia sering sekali memikat Bulan, terutama apabila ia bercerita tentang bulan sepenggal itu. Mata Bulan akan membulat penuh antusias. Seberapa seringnya Rembu bercerita, Bulan seolah tak pernah kehilangan minat.
            Bulan di kota mereka memang sedikit istimewa. Selalu terlihat separuh. Tidak kurang maupun lebih. Entah karena penduduk yang tidak pernah melihatnya saat bulan purnama, atau memang sejak awal bulan itu tidak pernah lebih dari sepenggal. Dari situlah legenda-legenda itu berasal. Diturunkan mulut ke mulut, legenda bulan sepenggal di kota kecil itu menjadi begitu terkenal hingga ke ujung-ujung kota. Namun sama seperti cerita-cerita pada umumnya, legenda bulan sepenggal di kota itu juga memiliki beberapa versi yang berbeda.

Rabu, 18 November 2015

Topeng



       
     Kepura-puraan, kebohongan, kepalsuan. Itulah sifat manusia yang kerap kali tersembunyi dalam gelap dan tak pernah terlihat. Manusia adalah makhluk yang begitu pandai berpura-pura. Tipu menipu demi menghasilkan keuntungan pribadi semata. Di luar mungkin ia sedang tersenyum, tapi siapa yang sadar ada sebuah pisau tersembunyi di balik tangannya.
            Tahun 2150 merupakan tahun kejayaan teknologi dan peradaban manusia. Di tahun ini semua hal serba canggih mulai dari alat transportasi yang bisa melayang di udara hingga alat komunikasi yang semakin mudah. Di tahun ini bahkan manusia mulai menciptakan topeng ekspresi yang dapat dipakai dimana-mana. Meskipun zaman ini merupakan zaman termaju bagi teknologi dan peradaban tidak begitu dengan kepribadian manusia. Kepribadian bukanlah sesuatu yang dihargai di zaman ini. Selama kau memiliki otak tak peduli bagaimanapun kau, kau akan tetap dihargai. Karena itu keberadaan topeng ekspresi menjadi sebuah benda yang tak ternilai harganya. Topeng ini menyembunyikan sifat asli manusia dan hanya menunjukan ekspresi yang diinginkan oleh lawan bicara. Sungguh sebuah benda yang sangat praktis dan efisien.

Selasa, 17 November 2015

Memeluk Kesendirian



Malam ini sama seperti malam-malam yang sebelumnya
Dingin menusuk tulang
Meski angin tak bertiup kencang, meski gemintang dan bulan bersemangat menerangi langit
Aku tetap meringkuk memeluk kesendirian
Bilapun cahaya bulan purnama menerangi pun tak mampu menghangatkanku
Jiwaku sudah terlanjur membeku menjadi gletser yang tidak dapat dicairkan
            Kesendirian ini telah membekukan segala jiwaku
            Mentari yang seharusnya mampu mencairkan gletser itu telah padam untuk selamanya
            Menghilang ditelan gerhana total yang mengerikan
            Gelap gulita
Andaikan bulan purnama datang

Senin, 16 November 2015

Sad Melody ( Last Part)



Ketika aku membuka mata, wajah Meilan yang sarat akan kekhawatiran langsung menyembul di pandanganku. Ia terlihat begitu lega saat melihatku membuka mata. Kepalaku masih berdenyut nyeri. Beberapa potongan memori sebelum aku kehilangan kesadaran kembali berputar. Aku yang sedang mengajari Meilan bermain piano tiba-tiba teringat kenangan tentang Denia. Jantungku yang berdetak kencang, kata-kata terakhir Denia yang terngiang di telingaku.
            “ Selamat tinggal Den.” Aku mengaduh. Kepalaku kembali nyeri. Jantungku mulai berdebar kembali. Tidak. Aku tidak boleh mengingatnya. Aku mengambil napas dalam-dalam berusaha menenangkan diri.