Malam ini sama seperti malam
sebelumnya. Langit hitam menyelimuti bumi. Cahaya bulan separuh menjadi
satu-satunya penerang di Kota kecil yang terletak jauh di pinggiran ibu kota
ini. Di sebuah komplek rumah yang berbatasan dengan kawasan kumuh seorang gadis
tampak sedang bercakap-cakap dengan seorang pemuda sepantarannya. Wajah cantik
gadis itu terkadang bersemu merah saat pemuda di hadapannya berkata-kata. Gadis
itu bernama Bulan, salah seorang anak konglomerat di kota kecil itu sekaligus
gadis tercantik di saentero kota. Sedangkan pemuda di hadapannya bernama Rembu,
seorang pemuda dari kalangan biasa saja. Sudah lama Rembu dan Bulan memadu
kasih tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Setiap malam tiba, Rembu akan
datang menemui Bulan di bawah beranda kamar Bulan. Tak banyak yang mereka
lakukan, hanya bercakap-cakap sampai mata dan mulut lelah atau sampai fajar
menyingsing.
Dari sekian banyak hal yang sering
dibicarakan, Bulan sangat menyukai legenda kota mereka tentang bulan sepenggal.
Rembu pemuda yang cerdas dan sangat piawai bercerita. Dengan cerita-ceritanya
ia sering sekali memikat Bulan, terutama apabila ia bercerita tentang bulan
sepenggal itu. Mata Bulan akan membulat penuh antusias. Seberapa seringnya
Rembu bercerita, Bulan seolah tak pernah kehilangan minat.
Bulan di kota mereka memang sedikit
istimewa. Selalu terlihat separuh. Tidak kurang maupun lebih. Entah karena
penduduk yang tidak pernah melihatnya saat bulan purnama, atau memang sejak
awal bulan itu tidak pernah lebih dari sepenggal. Dari situlah legenda-legenda
itu berasal. Diturunkan mulut ke mulut, legenda bulan sepenggal di kota kecil
itu menjadi begitu terkenal hingga ke ujung-ujung kota. Namun sama seperti
cerita-cerita pada umumnya, legenda bulan sepenggal di kota itu juga memiliki
beberapa versi yang berbeda.
“ Ceritakan lagi tentang bulan
sepenggal itu,” rengek Bulan malam itu. Rembu pura-pura mengeluh pelan.
“ Kamu nggak bosan mendengar cerita
yang itu-itu saja? Aku bisa ceritakan yang lainnya. Atau mungkin kamu mau
mendengar ceritaku hari ini?” tanya Rembu. Bulan hanya menggeleng keras. Ia
menggelembungkan pipinya lucu, membuat Rembu ingin mencubitnya. Namun apa daya
tangannya tak mampu menggapai pipi Bulan yang berdiri jauh darinya.
“ Nggak mau aku maunya mendengar
cerita Bulan Sepenggal. Lihatlah bukankah sesuai dengan malam ini.” Bola mata
Bulan mengisyaratkan Rembu untuk mendongak ke atas. Langit malam yang gelap
terlihat sedikit terang. Bulan separuh menggantung memantulkan cahaya mentari.
Rembu menggerutu. Bulan memang pandai mencari alasan. Rembu berdehem memulai
ceritanya.
Zaman dahulu kala hiduplah sepasang
kekasih bernama Lun dan Nar. Mereka kekasih yang sangat mesra. Dimanapun Lun
berada Nar selalu di sampingnya. Melihat mereka bersama menjadi hal yang wajar
bagi semua orang. Justru ketika Lun tidak ada di sisi Nar,
pertanyaan-pertanyaan muncul. Tapi kisah kasih Lun dan Nar tidak berujung
manis. Jauh di negara antah berantah Sun mendengar berita tentang kecantikan
Lun. Lun memang gadis tercantik di seantero jagad. Karena itulah Sun bertekad
untuk mendapatkan Lun. Tapi apa daya, Lun telah dimiliki oleh Nar dan tidak
bisa direbut oleh siapapun. Marah, Sun memusnahkan Nar membuat jiwa Lun hanya
tinggal separuh. Sejak itu dunia Lun hanya gelap. Sun berusaha memberikan
sinarnya pada Lun, tapi semua percuma. Lun tetap tidak bisa menyinari
kegelapannya bahkan dengan bantuan sinar Sun. Bahkan ketika Sun datang Lun
pasti pergi menjauh. Sun putus asa, ia tidak ingin melihat orang yang
dicintainya terluka, tapi ia juga tidak bisa membiarkan orang lain membuat Lun
bahagia. Karena itu ia meminta anak buahnya untuk meramaikan gelapnya dunia
Lun, agar setidaknya gelapnya Lun masih terlihat begitu indah.
Rembu menutup ceritanya dengan
helaan napas panjang, Kerongkongannya kering meminta di siram air dingin.
Sedangkan Bulan hanya bisa menahan napas mendengar kisah yang dibawakan Rembu.
Ia selalu terharu. Berapa kalipun diceritakan, sejumlah itu pula
gelembung-gelembung air menetes dari sudut mata Bulan. Sebuah kisah yang
tragis, legenda kotanya. Bulan mendongak menatap rembulan yang menggantung di
langit kelam. Apakah hati Lun masih dalam kegelapan. Begitukah kesedihan Lun
saat kehilangan Nar. Meskipun hanya sebuah dongeng entah mengapa kisah mereka
begitu nyata. Mungkin karena Bulan benar-benar berada dalam posisi Lun.
Bulan menenggak ludahnya gugup.
Keringat dingin menetes dari dahinya. Mata sendunya terlihat jauh lebih sendu. Bulan
menggigit bibir bawahnya mencoba menghilangkan gugup dan memupuk keberanian.
Dengan suara lembutnya ia memanggil Rembu yang masih asyik menenggak air .
“ Rembu.”
“ Ya?”
“ Aku punya sebuah berita untukmu.”
Hening. Bulan masih berusaha mencari kata-kata yang menghilang di udara.
“ Aku akan dijodohkan dengan lelaki
lain.” ungkap Bulan pendek. Bagai tersambar petit rasanya saat Rembu mendengar
berita itu. Seluruh dunianya yang berwarna mendadak berubah hitam putih. Rembu
tidak mampu berkata-kata. Hal yang diberitahukan Bulan membuatnya seolah
kehilangan kesadaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar