Selasa, 17 November 2015

Memeluk Kesendirian



Malam ini sama seperti malam-malam yang sebelumnya
Dingin menusuk tulang
Meski angin tak bertiup kencang, meski gemintang dan bulan bersemangat menerangi langit
Aku tetap meringkuk memeluk kesendirian
Bilapun cahaya bulan purnama menerangi pun tak mampu menghangatkanku
Jiwaku sudah terlanjur membeku menjadi gletser yang tidak dapat dicairkan
            Kesendirian ini telah membekukan segala jiwaku
            Mentari yang seharusnya mampu mencairkan gletser itu telah padam untuk selamanya
            Menghilang ditelan gerhana total yang mengerikan
            Gelap gulita
Andaikan bulan purnama datang
setiap hari setiap waktu
Hanya untuk berusaha mencairkan gletser, berusaha mengeluarkanku dari kedinginan
Tak akan ada yang berubah
Aku masih akan tetap kedinginan memeluk sendiri
Karena bulan purnama sekalipun masih saja pantulan dari mentari
Dan mentari itu telah pergi
Dan bulan purnama pun tak lagi memiliki arti
Di mataku cahayanya telah lenyap, ia hanyalah benda tanpa daya
            Andaikata ada yang membawakan mentari ke dua
            Tetap tak ada gunanya, sebab bagiku yang mencairkan gletser ini hanyalah mentariku
            Mentari yang lain hanya akan membuatku semakin membeku
Malam kembali datang siangpun pulang
Tapi bagiku siang dan malam tak pernah ada bedanya
Sebab ketika siang tiba pun, ia tak akan bersinar tidak akan
Sebab panasnya telah hilang, sebab ia telah benar-benar kehilangan sinarnya
Menjadi planet kerdil yang akan hilang di telan semesta
Dan aku selamanya kan memeluk sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar