Aku memandang langit. Langit yang dulu berwarna biru
cerah, kini telah terselimuti kabut asap tebal. Aku mengeluh pelan. Dimana lagi
sinar matahari hangat yang biasa aku rasakan? Kalau begini terus keadaannya,
tak bisalah aku memproduksi makanan. Apakah aku harus mati secara perlahan yang
pastinya akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan makhluk
yang lain. Tapi, tanpa harus kehilangan sinar mentari pun, tampaknya sebentar
lagi giliranku meregang nyawa. Setelah melihat begitu banyak kawanku dibakar
secara sadis, aku tidak bisa menjamin akan ada seseorang yang mau
menyelamatkanku dan kawan-kawanku yang tersisa. Kadang aku tidak habis pikir
dengan makhluk bernama manusia itu. Hanya demi keuntungan yang tidak seberapa
besar, mereka tega membasmi aku dan kawan-kawanku, memusnahkannya hingga
menjadi abu. Tidakkah mereka pikir apa akibatnya jika aku dan kawan-kawanku
hilang dari peredaran bumi. Suhu menjadi panas karena perubahan iklim bukanlah
akibat terberat dari mulai berkurangnya populasi kaumku di muka bumi. Masih ada
sederet masalah yang akan dihadapi manusia jika mereka terus membakar kaumku
demi pundi-pundi emas yang tidak seberapa. Haruskah aku memaparkannya? Tidak
bukan. Manusia jauh lebih cerdas dibandingkan aku. Mereka tentulah tahu akibat
jika saja aku menghilang dari dunia ini.
Tapi
satu hal yang akan kutegaskan. Jika manusia tidak berhenti melakukan pembakaran
terhadap tempat tinggalku, maka katakanlah selamat tinggal terhadap
anak-anakmu, cucu-cucumu, dan generasi penerusmu. Meskipun kau merasa kaya
dengan uang yang kau kumpulkan, tapi apalah arti setumpuk kertas itu, jika aku
tak lagi ada. Hewan-hewan akan mulai kehilangan markasnya dan mulai menjarah di
tempat tinggal manusia. Berbagai penyakit mengintai karena kabut asap hasil
pembakaran kawan-kawanku. Lalu bagaimana kau akan menggunakan kekayaanmu?
Akankah masih berguna uang dan harta ketika tak ada lagi yang dapat dibeli.
Akankah berguna deeretan angka yang membuatmu buta dan dengan rakus dan seenaknya
mengeksploitasi aku, kawan-kawanku dan tempat tinggalku ketika semua sudah
musnah? Ku pikir tidak.
Kalau
kaumku tidak lagi ada di dunia ini, apa yang bisa kau lakukan wahai manusia?
Bisakah kau masih berdiri di kedua kakimu dengan teguh dan hidup damai. Bisakah
kau bernapas menghirup oksigen dengan nyaman ketika nanti aku tak lagi berdiri
tegak di tanah bumi ini? Sekarang dengan seenaknya kau membantai kaumku, kau
kurangi tempat tinggalku. Semual tempat tinggalku sangat rimbun dan sangat
luas, kemudian kau kurangi untuk keperluan tempat tinggal, kemudian kau kurangi
lagi untuk lahan industri, kemudian kau kurangi lagi untuk yang lain. Seperti
itulah yang terus kalian lakukan padaku, membuat tempat tinggalku yang luas
kini menyempit. Tak ada lagi tempat untuk kami hidup. Aku sangat sedih melihat
perilaku kalian hai manusia. Tidak tahukah kau, bahwa kelakuanmu itu akan
memberikan penderitaan untuk makhluk lainnya. Kau melukai kami, memusnahkan
kami. Saat kau melakukannya sebenranya tak hanya kami yang kau lukai melainkan
hewan-hewan dan juga masa depanmu sendiri. Tak pernahkah kau berpikir bagaimana
masa depanmu apabila tak ada kami? Yakinkah kau masih akan hidup dengan damai?
Membayangkannya saja aku tak mampu.
Sudah
saatnya bagi kalian kaum manusia untuk membuka mati kalian dengan
selebar-lebarnya. Lihatlah fenomena di sekitar kalian. Ketika kaumku dibakar
hanya demi keuntungan yang tak seberapa, berapa banyak saudara kalian yang
jatuh, terkapar oleh asap-asap pembakaran itu. Benarkah kalian mendapatkan
untung dari perbuatan kalian yang membakar kaumku? Kalian pasti menyadari
bukan. Keuntungan itu tak seberapa dibandingkan dengan kerugian yang kalian
dapatkan. Itu hanya dalam jangka pendek. Jika perbuatan kalian masih terus
dilakukan, aku tak heran jika dalam beberapa ratus tahun lagi populasi manusia
akan menghilang dari peradaban.
Aku
bukanlah apa-apa, hanya sebuah batang kayu yang prihatin atas kelakuan kalian
wahai manusia. Aku hanya ingin mengatakan semua ini demi kebaikan kita bersama.
Kebaikanmu dan juga kebaikan kaumku. Aku sungguh tak ingin lagi melihat
kawan-kawanku menjerit ketika api itu menjilati tubuh kawan-kawanku dan
mengubahnya menjadi abu. Aku juga tak ingin melihat kalian manusia ambruk jatuh
sakit karena asap hasil pembakaran itu. Aku tidak ingin melihat kalian manusia
menjadi punah akibat perbuatan kalian sendiri. Bukankah manusia adalah pemimpin
di bumi ini? Maka pimpinlah bumi menjadi lebih baik. Buatlah bumi menjadi
tempat yang dapat ditinggali oleh kaum mu, oleh kaumku dan kaum hewan. Jangan
jadikan bumi sebagai neraka dunia. Itu saja yang ingin aku beritahu padamu.
Jagalah aku dan kaumku atau kau akan menyesal selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar