Selasa, 03 November 2015

7 Misteri Sekolah (Episode 6)



            Kurasa kini kisahku sudah hampit tiba diakhirnya. Kini apa kau mulai percaya dengan segala yang kukisahkan? Misteri selalu berputar di sekeliling kita, percaya atau tidak, sadar atau tidak semua itu terserah pada dirimu sendiri. Tak akan ada yang bisa memaksanya. Terkadang untuk membuktikan kebenaran suatu misteri tak perlu rumus-rumus sulit, kau hanya perlu memperhatikan dengan teliti, dan kau pun akan menemukan jawabannya. Menyenangkan sekali bukan bermain-main dengan kata misteri. Tapi, jangan kau pikir kisahku akan berhenti di sini begitu saja. Aku masih punya kisah yang akan kuceritakan.
Misteri 6 : Patung
            Suasana kelas begitu riuh meski bel masuk belum berbunyi. Dua orang lelaki tampak menjadi pusat perhatian dan keributan kecil pagi itu. Berdiri berhadapan mereka saling ngotot entah apa yang diperdebatkan. Teman-temannya yang lain, bukannya menghentikan justru malah ikut meneriaki agar suasana semakin panas. Salah satu lelaki itu bernama Rendra tampak yang paling ngotot, sementara lawannya Ilo justru menanggapinya dengan santai.

            “ Jadi maksudmu aku bohong gitu?” tanya Rendra dengan nada tinggi. Ilo hanya mengedikan bahu.
            “ Aku nggak bermaksud begitu, hanya saja ceritamu sungguh nggak masuk diakal. Hantu katamu? Mungkin kamu hanya berhalusinasi aja Ren. Hantu itu nggak ada.” jawab Ilo.
            “ Hantu itu ada, dan semalem aku liat buktinya. Patung kepala di ruang seni itu memelototiku dan mengeluarkan air mata darah.” geram Rendra. Ilo menggeleng tapi lelah mengomentari. Semua pendapatnya dipentalkan oleh kekerasan kepala Rendra yang memang dikenal tidak pernah mau kalah.Ilo hanya mengabaikan Rendra yang masih misuh-misuh.
            “ Tunggu aku belum selesai bicara!” bentak Rendra. Ilo menoleh malas. Sorot matanya seolah bertanya “ Ada apa? Aku nggak mau berdebat denganmu.”
            “ Kalau kau memang ingin bukti nanti malam dateng aja ke ruang seni !” Ilo diam sejenak. Sebenarnya ia tidak percaya dengan hal-hal misteri yang diucapkan Rendra, tapi untuk memuaskan Rendra tampaknya tak ada salahnya mencoba. Ilo mengangguk tanda menyutujui tantangan Rendra. 

Malam telah datang. Mentari sudah lama menggelam digantikan oleh cahaya rembulan yang cukup terang. Seorang lelaki bersama beberapa teman wanita dan prianya memasuki salah satu bangunan gedung sekolah. Mereka datang untuk membuktikan kebenaran cerita Rendra yang tadi pagi menjadi bahan perdebatan. Kata Rendra patung manuisa yang ada di ruang seni akan memandangi orang yang datang dan mengeluarkan air mata dara. Sebuah cerita yang konyol menurut Ilo, membuat perdebatan mereka berdua.
            Ilo dari awal memang tak pernah percaya pada hal-hal semacam itu. Begitu banyak cerita misteri di sekolah mereka dan tak satupun yang berhasil membuatnya ketakutan atau setidaknya penasaran. Lelaki itu selalu beranggapan semua hal di dunia ini dapat dipecahkan dengan otak. Asalkan kau berpikir dengan benar, maka jawaban akan selalu tersedia. Karena itu menurutnya cerita misteri yang sering dceritakan teman-temannya hanyalah sebuah kebohongan yang sama sekali tidak nyata.
            “ Semoga aja penjaga sekolah nggak patroli.” harap Indah, salah satu teman Ilo yang ikut. Ilo mengangguk setuju. Urusan ini pasti sangat merepotkan kalau tiba-tiba penjaga sekolah mereka yang menyeramkan datang.
            Suara berdecit pintu dibuka sedikit membuat takut. Keadaan ruangan seni sangat gelap. Lelaki itu kemudian mengarahkan senternya ke dalam ruangan. Ia terus mengedarkan sinar dari senternya ke seluruh bagian ruangan. Sinar dari senternya berhenti saat ia menemukan sebuah patung yang menjadi permasalah Ilo dan Rendra. Teman-temannya langsung merapat ke sisinya ketika tahu patung yang menjadi persoalan telah ditemukan.
            “ Sudah kuduga patung itu terlihat menyeramkan.” seru Indah.
            “ Itu hanya patung. Benda mati tak memilliki nyawa.” komentar Ilo pendek. Tiba-tiba saja salah satu dari temannya bertertiak membuat fokus Ilo terpecah.
            “ Kenapa Rik?” tanyanya. Orang yang dipanggil Erika hanya menunjuk ke arah patung yang berada tak jauh dari mereka.
            “ Patung itu ngeliatin kita. Sorot matanya bener-bener nyeremin.” cicit Erika. Ilo kembali memfokuskan sinar senter pada patung yang dimaksud. Entah apa yang terjadi saat sinar senter dari Ilo mengenai patung itu, tiba-tiba saja air mata darah keluar dari mata patung membuat geger dan histeris teman-teman Ilo.
            “ Lo Rendra bener, patung itu bener-bener idup.  Apa yang harus kita lakukan?” gugup Dion. Ekspresi wajah Ilo sama sekali tidak berubah, tetap memandang datar pada patung itu. Tak lama, ia segera menggandeng tangan teman-temannya lebih dekat dengan patung itu.
            “ Baiklah kalian nggak perlu takut. Patung ini sama sekali nggak bisa begerak ataupun menakuti kalian. Kalian tertipu, benar begitu kan Rendra?” kata Ilo. Bingo  tepat sekali. Di bawah meja tempat Patung itu diletakan ada Rendra. Apa yang Rendra lakukan di situ? Tentu saja membuat Ilo dan teman-temannya ketakutan dan mempercayai ceritanya.
            “ Kenapa kamu yakin sekali patung ini nggak hidup Lo?” tanya Indah lagi. Ilo menarik napas berat.
            “ Kalian itu sudah disugesti bahwa patung ini akan memandang kalian. Liat aja lebih dekat. Patung ini tidak memiliki pandangan kemanapun. Saat kita mendengar cerita ini dan mempercayainya, maka itu akan membuatmu merasa jika patung itu seolah memandangmu.” jelas Ilo.
            “ Lalu bagaimana air mata darah itu?” tanya Indah selanjutnya. Ilo hanya tersenyum tipis dan semakin dekat dengan meja. Ia kemudian jongkok dan mengintip tepat di depan Rendra.
            “ Bagaimana kalau kita dengarkan penjelasannya dari pelaku sendiri?” ucapnya membuat Rendra kaget setengah mati. Botol kecil yang ia bawa sampai terlepas dari tangannya.
            “ Jadi, saat perhatian kita teralihkan oleh kasus patung itu memandangmu,Rendra dengan cepat meneteskan betadin ini ke sudut mata patung. Dalam keadaaan gelap tak ada yang tahu apa cairan itu.. Dan warnanya yang merah membuat berpikir itu adalah darah. Jelas?” Teman-teman Ilo hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Ilo.
            “ Nah sekarang ayo kita pulang. Dan Rendra sebaiknya kau nggak lagi menyebarkan cerita bohong itu lagi.” nasihat Ilo membuat mata Rendra melotot kesal. Ia memang membuat patung itu sesuai dengan ceritanya, tetapi ia tidak pernah bermaksud untuk membohongi teman-temannya.
            Saat mereka berbalik dan meninggalkan ruangan, saat itulah Ilo menyadari ada yang aneh. Seorang gadis yang sebelumnya tak ada di ruangan itu mendadak muncul tersenyum ke arahnya. Nampaknya ia telah melihatku. Ilo hanya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan bersama teman-temannya. Aku hanya tertawa melihatnya, tampaknya aku masih punya bahan kisah lain untuk diceritakan. Kisahku kali ini memang sangat tidak misterius, tapi itu hanyalah sebuah awal. Awal dari sebuah akhir yang semakin mendekat.
 

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar