Kisah ini masih berlanjut. Apa kau
masih siap mendengarnya? Sudahkan kau mempersiapkan pikiranmu untuk mendengar
kisahku. Mungkin bagimu kisah-kisahku ini terdengar mustahil. Tapi begitulah sebuah
kisah. Fakta yang terselimuti dengan kata-kata manis, yang membuatmu tak
mengerti lagi mana yang nyata dan mana yang semu. Apakah kau yakin orang yang
kau temui hari ini benar-benar ada di kehidupan nyata atau mungkin saja ia
hanyalah hasil dari imajinasimu belaka. Tampaknya aku terlalu melenceng jauh.
Bukankah aku di sini hanya untuk berkisah. Kalau begitu aku akan kembali
berkisah.
Misteri
3 : Invisible Friend
Dewa hanya duduk terdiam memandang
teman-teman kelasnya yang sibuk berbincang dengan yang lainnya. Suara hatinya
memintanya untuk ikut bergabung membicarakan semua yang dibincangkan, tapi
tubuh lelaki itu hanya bisa membatu di bangku. Tak bergerak. Dari dulu ia
memang tidak pandai bergaul. Ia tidak pernah mempunyai teman. Hidupnya hanya
sendiri. Dewa tahu ia kesepian.
“ Hai!” sapa sebuah suara membuat
Dewa terlonjak. Lelaki itu memandang gadis di depannya. Tampaknya gadis inilah
yang memanggilnya. Gadis itu berwajah putih pucat, tersenyum tipis pada Dewa.
“ Boleh aku duduk di sebelahmu?”
pintanya. Dewa mengangguk pelan, masih tanpa suara.
“ Perkenalkan aku Sharena. Kau bisa
memanggilku Rena.”
“ Baru pertama kali ini aku
melihatmu.” ucap Dewa membuka suara. Dewa tahu benar ucapannya memang tidak
sopan, tapi begitulah yang terjadi. Ia memang tidak berteman dengan siapapun di
kelasnya, namun bukan berarti Dewa tidak mengenal siapa saja teman sekelasnya.
Ia tahu, setidaknya hanya nama dan wajahnya. Dan dari semua nama teman dan
wajah yang pernah ia lihat, tak satupun wajah gadis di depannya terlintas. Ia
benar-benar baru pertama kali dengan gadis yang menyebut dirinya Rena itu.
“ Aku selalu berada di sini kok.
Hanya saja sedikit sekali orang yang mengajakku ngobrol. Nampaknya kita
memiliki nasib yang sama.” celetuknya riang. Dewa mengangguk setuju. Lelaki itu
sudah tidak mempermasalahkan siapa gadis yang kini duduk di sampingnya.
“ Kau ingin ngobrol denganku? “
tanya Lelaki itu agak terkejut. Sharena mengagguk semangat.
“ Tentu saja, memangnya kau pikir
aku datang ke sini untuk apa? kesal Sharena.
“ Tapi aku nggak pandai berbicara.
Aku juga orang yang membosankan. Kau yakin ingin ngobrol denganku?” tanya Dewa
lagi. Sharena tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Dewa. Dari senyuman itu Dewa
tahu, mungkin sebenatar lagi ia akan mendapat kawan pertamanya.
****
Gadis aneh. Itulah yang pertama kali
tertanam di pikiran Dewa saat pertama ia bertemu dengan Sharena. Wajah pucatnya
ditambah pipinya yang tirus dengan rambut panjang yang sedikit berantakan membuatnya
terlihat mengerikan. Tapi 3 hari kemudian setelah mereka ngobrol bersama,
pikiran Dewa tentang Sharena mulai berganti. Sharena ternyata seseorang yang
sangat menyenangkan saat diajak berbincang. Ia tahu banyak hal, ia juga
mendengar banyak hal. Sharena selalu mendengarkan apapun yang dikatakan Dewa, mendengar
cerita-ceritanya. Sejak bertemu Sharena Dewa menjadi lebih bersemangat untuk ke
sekolah. Tapi ternyata apa yang dikatakan tubuh dan jiwanya tidaklah sama. Dewa
sangat ingin bertemu dengan Sharena. tapi kondisi tubuhnya sangat menyedihkan.
Tubuh Dewa yang kurus semakin kurus, matanya terlihat cekung dengan lingkaran
hitam yang membuatnya mirip dengan panda.
“ Hai Dewa..” sapa Sharena manis.
Dewa membalas sapaan Sharena dengan senyuman tipis. Sekarang Sharena berbeda
sekali dengan Sharena 3 hari yang lalu. Pipi tirusnya mulai berisi, wajahnya
bercahay, bahkan rambutnyapun ia tata dengan sangat menarik. Sungguh kondisi
yang 180 derajat berbalik dengan kondisi Dewa yang semkain kurus dan wajah yang
cukup pucat.
Sharena duduk di bangku sebelah Dewa
tanpa berucap. Mungkin gadis itu menunggu Dewa membuka obrolan sama seperti
biasa. Tapi Dewa terlalu lelah. Ia juga tidak tahu mengapa ia merasa begitu
lelah. Dewa memejamkan matanya sebentar berusaha mengusir kelelahannya. Namun
suara dari arah depan membuatnya sedikit terlonjak.
“ Hai boleh aku duduk di sebelahmu?”
tanyanya.
“ Eh, tapi kursi di sebelahku udah
ada yang nempatin. Memangnya kau nggak lihat?: jawab Ronald.
“ Mana? Nggak ada kok. Aku duduk di
sini ya.” tanpa persetujuan Dewa gadis itu segera melenggang ke bangku yang
berada di sebelah Dewa. Dewa berusaha mencegah gadis itu duduk di bangku sampir
tempat bangkunya. Kalau gadis itu duduk di sampingnya lalu Sharena harus duduk
dimana?
“ Maaf itu tempat duduk Sharena.”
kata Dewa.
“ Sharena siapa? Memangnya di kelas
kita ada yang bernama Sharena?” Gadis itu mengerutkan dahi. Ia benar-benar tidak
paham apa yang dibicarakan Dewa.
“ Tentu ada, dia selalu duduk di
sebelah bangkuku dan mengajakku ngobrol saat istirahat.” Dewa mendesak.
“ Tapi, kau bukannya selalu sendiri?
Beberapa hari ini anak sekelas sering membicarakanmu. Membicarakan keanehanmu
yang selalu bicara sendiri.” ucapan gadis itu membuat Dewa tersentak. Bicara
sendiri? Bukankah selama 3 hari belakangan ini Dewa selalu ngobrol dengan
Sharena. Kenapa gadis di depannya malah berkata ia bicara sendiri?
Mendadak bulu kuduk Dewa berdiri
ketakutan. Berbagai macam kemungkinan berkecamuk di kepalanya. Dewa memejamkan
matanya. Kepalanya terasa begitu berat. Kalau selama ini teman-teman sekelasnya
tidak pernah melihat Sharena lalu siapa Sharena?
“ Kau benar sekali Dewa.” bisik
suara Sharena membuat Dewa terlonjak. Kini Sharena telah berdiri di depannya, tersenyum
dengan gembira.
“ Sharena..” cicit Dewa. Sharena
tersenyum yang justru terlihat seperti menyeringai.
“ Hei Dewa kau sedang melihat siapa?”
tanya gadis yang tadi duduk di sebelahnya. Dewa menoleh pada gadis itu. Raut
wajahnya mengatakan : Memangnya kau nggak melihatnya.
“ Percuma Dewa, hanya kamu saja yang
bisa melihatku. Tapi tenang saja sebentar lagi mereka juga tidak bisa
melihatmu.” bisik Sharena di telinga Dewa.
****
Aku tidak bisa berkisah banyak hari
ini. Hanya satu pesanku padamu. berhatilah! Kau tidak akan tahu apa yang
terjadi di sekelilingmu. Sampai jumpa di kisahku yang berikutnya. Kuharap kau
mempersiapkan diri mendengar kisah-kisah ini, karena mungkin kisah ini tak
dapat kau terima dengan akalmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar